Alhamdulillah, akhirnya saya bisa kasihkan kado tahun baru Muharram buat temen-temen semua. Jarang-jarang kan dapet kado Muharram? Kado ultah mah dah sering.... pasti bosen. Yang spesial mungkin.... karena kadonya saya buat dan bungkus sendiri via email dengan memanfaatkan waktu senggang saya yang udah amat jarang. Bentuknya berupa tulisan sederhana, tapi jadi tidak sederhana karena menyita waktu saya yang sudah lama ngga nulis dan sudah lama ngga melakukan terjemah seperti yang saya buat ini. Ngga tahu kenapa buku kecil ini yang saya terjemahin, ngga ada alasan khusus.... mungkin karena stres. Biasanya kalo stres lagi memuncak atau kalut yang ngga hilang-hilang, saya pilih baca atau menulis.
Sembari menyusun terjemahan ini pikiran saya melayang ke hari ini, 1430 tahun yang lalu. Pada suatu kejadian pelarian paling spektakuler dalam sejarah manusia setelah pelarian Musa dan kaumnya Bani Israel melintasi Laut Merah pada 1200 SM. Hari itu suatu malam yang direncanakan penuh kengerian dari pemuka-pemuka manusia yang ketakutan pamor dan pengaruh mereka melayang. Hampir separuh penduduk Makkah bersiap mengepung dari segenap penjuru demi darah manusia yang dulu pernah mereka pilih sendiri sebagai Al-Amin, Duta Perdamaian bangsa Makkah.
Lantaran apa? Lantaran “duta perdamaian” ini sekarang telah memecah persaudaraan mereka, merendahkan kedigdayaan petinggi kaumnya, dan menyingkap aurat kebobrokan tatanan hidup mereka.
Dahulu mereka tega menyembelih anak perempuan mereka
Dahulu mereka menjual-belikan wanita dengan harga rendah
Dahulu mereka memberi pinjaman dengan riba berlipat
Dahulu dipertaruhkan harta dan keluarga di meja judi
Dahulu tertumpah darah sesamanya demi mempertaruhkan gengsi
Nyaman dengan status quo tersebut, padu dan bulatlah suara bangsa Quraisy, siap menikam anak sendiri.
Hari itu penentuan sejarah dunia selanjutnya, akankan ada hari esok untuk perubahan? Mereka berencana, Allah pun punya rencana....
Loloslah Muhammad dari rumahnya yang mulia, berangkat bersama Ash Siddiq, seorang pembenar. Pembenar perjalanan Isra’ mi’rajnya yang agung ketika manusia mendustakan.
”Jangankan satu malam, walau separuh malam pun jika Muhammad yang mengatakan aku percaya” ujarnya sebagai tahbis gelarnya dikemudian hari.
Berangkat dua sahabat sependeritaan ini demi menyusul kawan-kawan mereka, untuk satu harapan yang belum pasti berpihak pada mereka. Meninggalkan harta, saudara, dan segenap kerja keras yang dibangun bertahun-tahun tanpa membawa apapun kecuali harapan.
Melintasi gurun hanya beralas kaki dengan menempuh perjalanan puluhan mil memutar menuju “Tanjung Harapan”. Berpacu melawan kejaran separuh penduduk Makkah dengan kuda-kuda arabnya yang terkenal kencang dan tangguh. Apalah artinya dua manuasia memutar jalan untuk mengelabui musuh, dengan usia separuh abadnya tersusullah sampai disuatu gua sempit. Didalamnya bersembunyi Muhammad dan Ash-Shiddiq.
Sempat Sang Pembenar itu menitikkan air mata menahan perih ketika kalajengking gurun menyengatnya, tapi ditahannya suaranya demi sempurnanya tidur kawannya, Al-Amin.
Dan waktu berikutnya kembali dia menahan nafas ketika kuda-kuda arab menghampiri persembunyian mereka. Siapa sangka laba-laba, mahkluk kecil lemah dengan sarangnya yang halus yang dipilih Tuhan untuk melenyapkan alibi. Bahwa gua itu sedang didiami.
Ketika pedang tidak berdaya untuk berkata
Tuhan pun telah disangka lupa pada pejuangnya
Bersiap Ash Siddiq menyerahkan jiwa
Tetapi Laba-laba telah berkata bohong dengan sarangnya
Gurun pasir arab bersaing dengan mataharinya bersaing menciptakan nuansa kematian, kekosongan dari kehidupan, dan keheningan. Kali itu terpilih menjadi saksi –untuk kesekian kalinya- bagi nabi terakhir yang dikirim Tuhan dalam perjudiannya dengan maut.
Sementara kawan-kawannya di Madinah menanti dengan cemas, kapan kiranya hari itu berkesudahan? Apakah dengan nabi bersama mereka atau terus menanti seperti hari kemarin. Sesekali kawan mereka menaiki pohon Kurma, melempar pandangan ke arah Makkah. Apakah fatamorgana atau sosok dua manusia berjalan ke arah mereka?
“Wahai manusia, itu nabi kalian telah datang”, ujar salah satu penduduk. Maka terkembanglah harapan, sirnalah kelelahan, kebatilan segera tumbang, hilang oleh kemenangan agama Tuhan atas agama kaum pagan. Nyatalah bahwa perjuangan agama Allah belum selesai, bahkan baru akan dimulai.....
Phoenix, burung api dari legenda kuno bangsa Arab, kembali mengangkasa. ...
Hari ini, 1430 tahun ba’da hijrah. Saya tulis dari jarak ribuan mil dari tempat roket-roket Bangsa Zionis yang dimurkai menyalak, haus akan darah anak-anak Palestina yang tidak berdosa. Dimalam saat separuh belahan dunia bergembira meniupkan terompet pergantian tahun masehi, ditingkahi letusan petasan dan kembang api warna-warni. ..Disaat penduduk Jakarta berbondong-bondong mengantri untuk selembar tiket Boyz 2 Men seharga lebih dari dua juta rupiah...... Disaat kesepian dan kesendirian. ... Saya berikan Kado Muharram...
3 Muharram 1430 / 31 Desember 2008
0 komentar:
Posting Komentar