Rabu, November 25, 2009

Malaikat Bernama Office Boy

Konon teknik pembuatan kertas pertama kali ditemukan oleh bangsa Cina. Sebelumnya, ribuan tahun orang menulis diatas media seperti kulit, pelepah pohon, dedaunan, dinding gua, dan media-media lain yang digunakan tanpa didahului proses pengolahan. Oleh karena daya tahannya yang baik dan tekstur yang bagus sebagai media tulis, bangsa arab pasca khilafah rasyidah mulai menggunakannya secara luas. Impor terhadap kertas cina dilakukan besar-besaran. Keadaan ini didukung dengan pesatnya perkembangan keilmuan Islam, kebutuhan pencetakan dan penyebaran Al-Quran ke segenap pelosok dunia, maupun untuk surat-menyurat.
Muncullah gerakan salin-menyalin buku, pengembangan seni kaligrafi, perubahan sastra lisan menjadi sastra tulis, kemunculan toko buku, munculnya sejumlah penulis terkenal. Pemilik toko buku merangkap tugas sebagai tukang salin buku. Jangan tanya kepandaian para pemilik toko ini, setiap hari mereka siap meladeni debat ilmiah para pengunjung tokonya.
Ratusan tahun kemudian, pasca berlalunya Dark Ages, menjelang abad industrialisasi eropa, Guttenberg menyempurnakan hajat manusia dengan penemuan mesin cetak modern.
Laksana pager tergerus kemunculan handphone, mesin cetak Guttenberg membubarkan era salin-menyalin yang telah mapan selama ratusan tahun.
Ratusan tahun kemudian, mesin cetak sudah jadi barang penting hingga ke segenap pelosok dunia. Melahirkan sejumlah pengarang, redaktur, pabrikan mesin cetak, tukang loper koran, dan juga tukang... office boy!!!
Syahdan satu hari di bulan november 2009, saya dikejar tugas menggandakan laporan proyek, 30 eksemplar jumlahnya. Bukan jumlah yang sedikit untuk satu pekerjaan yang ditangani satu orang. Mo apalagi, demi menyambung hidup... Maklum, proyek kecil-kecilan diluar kantor.
Pulang dari kantor lepas maghrib, segera angkat kaki membawa laporan yang sebelumnya telah diprin untuk segera digandakan. Tidak banyak juga tempat fotokopi dekat rumahku yang buka setelah maghrib, maka sembari pulang mampirlah ke satu toko kecil dekat satu kampus terkenal ditengah perjalanan.
"Bang, kopi jadi 30 buah. Yang rapi yah Bang nge-jilidnya", pintaku.
Sang ahli cetak -dinegeriku dia disebut office boy- tersenyum seraya menyanggupi.
Sementara adzan isya berkumandang, aku tinggalkan toko sejenak untuk solat di mesjid tidak jauh dari toko. Lepas solat, ternyata ahli cetak telah selesai menggandakan semua dokumen. "Jilidnya mo cover warna apa, Mas?", tanyanya.
"Transparan aja, belakangnya kasih cover putih", jawabku.
"Wah, cover putihnya kurang, Mas".
"Gimana dong".
"Yah, saya cari dulu yah, mungkin sebelah masih ada stock".
"Nah, gitu dong Mas, cariin yah".
Seraya mengutus kawannya mencari tambahan cover putih, ahli cetak ini mengajak bicara.
"Payah nih, kayaknya kita dicurangin sama wasitnya. Wasitnya mihak Kuwait".
"Oh, sekarang lagi tanding lawan Indonesia?"
"Iyah Mas, di Senayan. Kalo pertandingan besar kayak gini di Senayan, biasanya saya pasti datang. Sayang harus tugas sore ini".
Pembicaraan pun berlanjut seputar pertandingan bola Indonesia vs Kuwait.
"Mas sudah nonton 2012 belom?"
"Belum, khan dilarang MUI"
"Iyah, dikampung saya rame itu, Mas. Tapi ngga sesuai dengan ajaran agama dalam Islam seputar pembahasan kiamat".
Heran juga, ahli cetak ini pro agama juga rupanya. Meskipun bicaranya ceplas-ceplos dengan logat Jawanya. Pejuang kehidupan juga, mirip dengan saya, cuma lebih muda beberapa tahun. Lepas Sekolah Menengah sudah mengadu nasib. Meninggalkan kampung halamannya di Jawa. Katanya awalnya dia kerja pada satu perusahaan manufaktur di Riau. Selang beberapa waktu, dia tinggalkan Riau dan mengadu nasib lagi di Jakarta. Jadilah ahli cetak.
"Yah, begitu lah, Mas. Ujung-ujungnya bisa ditebak, pasti yang menang Amerika. Namanya juga propaganda".
Berlalulah waktu sembari menjilid, habis dengan pembicaraan seputar kiamat.
"Berapa totalnya, Mas?"
"sembilan puluh enam ribu tujuh ratus rupiah", ujarnya sambil memperlihatkan hasil hitungannya dengan kalkulator.
"Duh Mas, uang saya sepertinya kurang".
Ini sungguh diluar dugaan, uangku tidak cukup. Yah, sudah berbulan-bulan ini uang jadi barang langka dirumah. Mungkin ini sisa-sisa untuk biaya hidup se-rumah.
Setelah kusodorkan semua uangku, dengan santai ahli cetak berkata, "Ya udah, bayar saja delapan puluh ribu dulu. Sisanya lima belas ribu saja. Silakan dibayar besok. Kalo Mas ngga bayar sisanya juga ngga apa-apa, berarti bukan rejeki saya."
Dengan santai Ahli Cetak ini mempersilahkan saya melunasi esok hari.
"Duh, saya pasti lunasin besok. Terima kasih yah, Mas".
Pikirku, kok bisa orang ngga kenal sama aku, aku cuma bicara hal-hal kecil sebatas obrolan pasar, tapi menaruh kepercayaan setinggi langit. Dia tidak takut rejekinya melayang ditipu orang yang baru dikenalnya, bahkan namanya pun tidak tahu, atau tidak ambil pusing.

Satu Minggu Kemudian
Ternyata aku lupa penuhi janjiku. Bukannya lupa, mungkin sengaja dibuat lupa. Lewat satu minggu baru aku temui lagi si Ahli Cetak. "Bang, maaf terlambat... ini saya lunasi hutang saya kemarin."
"Oh, tidak apa-apa, Mas... Bisa dilunasin besok-besok kok. Kemarin kurang lima belas ribu yah".
Segera aku serahkan selembar dua puluh ribu. "Ambil kembaliannya, Bang".
Diluar dugaan si Ahli Cetak langsung menolak. "Jangan, Mas.... Ini kembaliannya!!!"
"Ambil saja, anggap permintaan maaf atas keterlambatan saya".
Tapi si Ahli Cetak terus saja memaksa saya menerima kembaliannya.
"Udah Mas, ngga apa-apa", ujarku tersenyum sambil melangkah meninggalkan kiosnya.

Tiba-tiba....
Suasana jadi hening dan keramaian yang tidak pernah putus di daerah itu hilang seketika. Tidak ada serangpun terlihat!!!???
Aku menoleh kembali ke belakang, ke arah kios... sejurus aku melihat seseorang dengan sepasang sayapnya melompat tinggi menembus langit. Aku cuma bisa menatap pemandangan ajaib itu ke atas untuk kemudian hilang secepat kilat.
Ya Allah, Dia mengujiku... apakah aku termasuk orang yang bersyukur atau ingkar dari nikmatnya. Digambarkan melalui peristiwa itu mengenai kemuliaan hati "orang kecil", dari satu negeri miskin entah apa itu namanya...

0 komentar: