Senin, November 05, 2007

Menghafal itu mudah???!!!!!

Dahulu, zaman tulis menulis dan cetak mencetak blom tren kayak sekarang, orang-orang biasa menghafal pelajaran di luar kepala. Setau saya, transfer knowledge model ini masih terjadi hingga kurun orang-orang tua kita sekolah dulu. Setidaknya beberapa puluh tahun lalu memang alat-alat tulis blom terlalu banyak beredar seperti sekarang, buku tulis sinar dunia blom ada, pencil Steadler juga produksinya blom banyak, paling2 pena yang tintanya bleber kemana-mana.
Bagaimana proses transfer knowledge atawa belajar nya orang tua kita puluhan tahun lalu? Katanya sih pelajaran ditulis dan masing2 siswa menulis diatas suatu papan dengan bantuan kapur. Kalo pelajarannya selesai ato ganti pelajaran, papan2 kecil itupun dibersihkan. Busyet, kalo mo ujian gimana tuh? Kudu nginget2 tulisan yang dulu sebelon dihapus?????
Bener2 zaman kita semua udah dimanjain, mo nulis tinggal ke internet kopi paste???!!!! Instant.

Seiring dengan kemajuan zaman, kemampuan tulis-menulis dan sarananya yang makin banyak bikin orang meninggalkan era hafal-menghafal. Maka terasa sekali saat ini menghafal kok rasanya syusaaaah gitu.

Konon orang-orang arab dahulu zaman jahiliyah biasa menghafal pelajaran luar kepala dengan hafalan yang fantastis. Dan memang Rasulullah menyatakan :
نحن قوم أمي لانكتب ولانحاسب
"Kami adalah kaum yang ummy, kami tidak menulis dan tidak pula melakukan hisab (perbintangan)"
Masa-masa sebelum turunnya risalah kenabian tidak dikenal deretan nama penulis arab jahiliyah terkenal, tetapi karya mereka -ajaibnya- bisa bertebaran sampai ke zaman ini. Bagi pelajar sastra tentu bukan hal mustahil untuk menemukan buku-buku yang menuliskan kumpulan karya para tokoh arab jahiliyah seperti kitab-kitab diwan (kumpulan syair) milik salah satu tokoh penyair arab jahiliyah. Kitab-kitab tersebut bukanlah dikarang oleh sang tokoh langsung, tetapi disusun berdasarkan kumpulan riwayat hafalan yang diterima penyusun kitab dan dinisbatkanlah nama tokoh terhadap kitab tesebut.
Keadaan ini -tidak membukukan tulisan- berlangsung hingga zaman sahabat sehingga kita tidak menemukan buku yang memang dikarang langsung tokoh sahabat tertentu tetapi kita bisa temukan buku yang mengumpulkan karya mereka semisal Diwan Hassan bin Tsabit, yaitu kumpulan syair Hassan bin Tsabit, penyair rasul.
Perkembangan era tulis-menulis bagi kalangan bangsa arab hijaz memang "agak" terlambat dibanding bangsa tetangga mereka seperti Mesir, meskipun bukan berarti tulis menulis tidak ada sama sekali. Dan kita ketahui ilmu2 tata bahasa arab seperti nahwu dan sharaf muncul belakangan dengan mengambil acuan dari tata bahasa al Qur'an yang turun dengan bahasa arab. Demikian pula tata cara tulisan-tulisan arab yang mengalami perbaikan2 setelah turunnya al Qur'an. Maka bisa dimengerti mengapa hafalan menjadi bagian sangat penting dalam proses transfer pengetahuan kala itu.
Maka sejumlah tokoh-tokoh penyair arab jahiliyah biasa digambarkan taraf kejeniusannya dengan keberanian, kefasihan lidah, banyaknya syair, nasab, dan lainnya tetapi bukannya banyaknya karya tulis (tentang tokoh-tokoh penyair jahiliyah akan ada pembahasannya nanti-insyaAllah).
Era hafal-menghafal sangat berkembang karena perintah-perintah rasulullah untuk menghafal al Qur'an dan al hadits, maka terjagalah kedua sumber hukum Islam ini di dada banyak manusia dan disampaikan secara berantai melalui jalur periwayatan. Maka hafal-menghafal menjadi sangat tren bagi manusia dan meningkatkan derajat penghafalnya. Para ulama' kala itu menghafal dengan jumlah hafalan yang sulit dibayangkan manusia zaman ini seperti contoh Imam Al Bukhari menurut pengakuannya langsung bahwasannya beliau menghafal sampai 300 ribu hadits dengan 200 ribu diantaranya tergolong hadits lemah dan 100 ribu sisanya merupakan hadits shahih. Bahkan Imam Ahmad bin Hanbal disebut-sebut memiliki jumlah hafalan hadits lebih menakjubkan, 1 juta riwayat!!!
Salah satu kisah menakjubkan sebagaimana terjadi pada suatu kerajaan bahwasannya Raja memiliki seorang pembantu yang mampu menghafal dan mengulang kembali apapun yang dia dengar. Beliau juga mempunyai seorang pembantu lagi yang juga memiliki kemampuan yang sama hanya saja hafalannya baru kuat setelah diulang satu kali. Sedangkan raja juga memiliki kekuatan menghafal hanya saja hafalannya baru kuat setelah diulang dua kali.
Maka raja melakukan sayembara dengan mengumpulkan para penyair terbaik. Sayembara itu menantang para penyair untuk bersyair yang tidak pernah didengar siapapun. Hadiah yang ditawarkan adalah bagi penyair yang mampu menghadirkan syair yang belum pernah didengar siapapun maka alat-alat tulis yang dia gunakan untuk menulis syairnya akan ditimbang dan beratnya diganti dengan emas.
Maka berbondong-bondonglah para penyair kenamaan maju membawakan syair-syair mereka. Sekalipun mereka semua membuat sendiri syair-syair mereka dan tidak memberitahukan isinya kepada siapapun, selalu saja raja dan dua pembantunya mengatakan bahwa "Syairmu itu sudah pernah aku dengar".
Maka heranlah para penyair. Betapa tidak, raja menolak syair-syair mereka sambil berkata "pembantu-pembantu saya saja pernah dengar syairmu". Maka pembantu utamanya akan mengulang syair sang penyair tanpa kurang sedikitpun. "Kalo kamu masih kurang yakin, coba tanya pembantu kedua saya". Maka pembantu raja yang kedua pun muncul membacakan syair Sang Penyair tanpa kurang sedikitpun.
"Jangankan kedua pembantu saya, sayapun sudah pernah dengar syair kamu" maka raja pun mengulang kembali bacaan syair hingga selesai. Maka kembalilah ribuan penyair dengan tangan hampa.
Tentu saja bukan karena syair mereka yang usang, tapi sebetulnya karena raja dan dua pembantunya menyimak bacaan syair mereka sambil menghafal. Sepanjang apapun syair para penantang selalu saja mampu diulang dengan baik oleh raja dan dua pembantunya.
Sampai datanglah seorang yang terkenal dengan kefasihannya turut mencoba peruntungan. Orang tersebut mengarang syair yang ungkapan-ungkapannya sangat sulit dan abstrak sehingga tidak mudah dihafal. Maka raja bertanya pada pembantu utamanya maka dia pun gagal mengulang dengan sempurna kemudian menggelengkan kepala menyerah. Pembantunya yang kedua pun tidak sanggup mengulang dan tentu saja raja pun ikut menyerah.
Setelah memuji kejeniusan Sang Penyair, maka raja berkata "Silakan engkau timbang alat tulismu yang dipakai untuk menulis syair indahmu, kami akan mengganti beratnya dengan seberat timbangan emas."
Berkata Penyair, "Duhai paduka yang mulia, hamba telah menuliskan syair hamba di sebuah batu besar!!!!!!".
Maka ditimbangkan batu besar bertuliskan syair tersebut dan habislah seluruh emas di negeri itu. Sang Penyair adalah al Imam al Kisa'i (w.189 H), Imamnya Nahwu asal Iraq.

0 komentar: